Ngapain Sih Harus Ikut Pemilwa (Pemilihan Umum Mahasiswa)?

  • 0
"Beri aku 10 orang pemuda, maka akan kuguncang dunia!" - Soekarno

Kenapa pemuda? Karena pemuda adalah cikal bakal pemimpin bangsa. Pemuda yang nantinya akan menentukan, bagaimana nasib sebuah bangsa. Ketika generasi muda berlangsung baik, maka perjalanan bangsa kedepannya akan sejalan.

Foto salah seorang calon presiden mahasiswa UGM, Satria Triputra

iPhone 6 Dipandang Produk Gagal. Akankah Apple Bernasib Seperti Blackberry?

  • 0
Pic: Tekrevue

Dulu, ketika Blackberry masih merupakan barang eksklusif, hanya dipakai oleh eksekutif-pejabat-kelas menengah atas, banyak orang kontra bahkan menyatakan anti terhadap Blackberry, termasuk BBM.

Tips Mahasiswa: Memanfaatkan Cloud untuk Catatan

  • 0

IT itu memudahkan, jika ternyata menyulitkan, ada yang salah dengan user - Mujaddidi, 2014

Cloud memang istilah yang baru populer akhir-akhir ini. Tapi dalam praktiknya, cloud sudah diaplikasikan bahkan sejak internet ada. Cloud merupakan istilah untuk menyebut data yang berada di internet dan bisa kita akses kapan saja dimana saja selama memiliki koneksi internet.

Tips Mahasiswa: Makan Gratis

  • 0

Bagi mahasiswa, denger sesuatu yang gratisan ibarat denger ada sesuatu yang dateng dari surga, mau seminar, buku, wifi, apalagi kalo yang gratisan itu makanan. Ada beberapa tips buat mahasiswa pencari gratisan makanan:

Televisi Penyebab Kekerasan Seksual?


Kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini semakin besar porsinya dalam pemberitaan media nasional. Entah realita yang terjadi memang demikian, atau hanya blow up isu yang berlebihan. Terlepas dari itu, secara tidak sadar masyarakat Indonesia dikagetkan dan dipaksa menerima bahwa negara ini sedang darurat kekerasan seksual. Fakta bahwa penyimpangan seksual berupa seks diluar nikah dan kekerasan seksual pada anak memang terjadi, tapi frekuensi dan kualitas terjadinya kasus bisa menjadi bias ketika kasus itu harus di blow up secara terus menerus melalui media.

Prestasi adalah Takdir

  • 0
Karena sejatinya, prestasi adalah takdir. Dan takdir hanya akan terjadi ketika kamu menjemputnya. Maka, jemputlah takdirmu.

Menyikapi Dinda

  • 0
awal mula curhat Dinda di Path

Dunia media sosial kembali tunjukkan kehebatannya. Tidak cukup mengantarkan Norman Kamaru dan Sinta-Jojo, berbagai nama sampai saat ini masih bermunculan seiring berkembangnya kekuatan media sosial. Layaknya kisah dalam dongeng dan film, dunia media sosial menyimpan kekuatan rahasia yang sangat kuat, dan jika tidak dikendalikan dapat menjadi bumerang bagi penggunanya. Betapa malangnya Dinda hanya karena sebuah aplikasi bernama Path.

Kekurangan Whatsapp

  • 0
Setelah diakuisisi facebook, ada beberapa perubahan mendasar pada whatsapp yang memudahkannya user dalam menggunakan software chatting terpopuler ini. Harus diakui kelihaian pihak facebook dalam mengelola social media . Bagi orang-orang yang sangat memanfaatkan fitur chat untuk mempermudah komunikasi, kemudahan user interface sangat penting karena dalam suatu titik, sesuatu yang sederhana bisa jadi merumitkan.

Polemik Geothermal dan Pembangunan Indonesia

  • 0

Ternyata saya baru mengerti, mengapa banyak ilmuwan Indonesia yang berkualitas justru "kabur" ke luar negeri. Selain kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang mendukung, masyarakat Indonesia memang sulit untuk diajak berinovasi.

Ngomongin Makeup Cewek

  • 0

Sengaja tulisan ini gak gue bikin pas wisudaan, karena tujuannya bukan buat bikin kompor. Fenomena tebelnya makeup cewek di acara wisuda ini cukup menarik perhatian, dan sampe sekarang gue masih bingung kenapa cewek begitu suka makeup tebel-tebel di acara wisuda.

Pengguna Whatsapp Beralih ke Telegram


Sejak awal, kehadiran Telegram sudah sangat diminati oleh pengguna komunikasi digital. Kemampuannya untuk menghadirkan 200 anggota dalam sebuah grup menjadi poin yang sangat menonjol jika dibandingkan dengan Whatsapp yang hanya membatasi 50 orang.

Beragam fitur menarik juga dihadirkan dalam Telegram. Aplikasi yang juga dibesut oleh pemilik jejaring sosial terbesar Eropa, VKontakte nampaknya tidak main-main. Jika dulu whatsapp berambisi untuk menggantikan SMS, maka setelah sukses, Telegram justru menjadi follower yang juga berambisi menjadi pengganti Whatsapp.

Alasan user untuk berpindah ke Telegram juga diperkuat setelah aplikasi messaging terbesar ini dibeli oleh Facebook seharga Rp 209 Triliun.

Setidaknya, ada 3 fakta tentang Telegram:

  1. Tidak ada iklan dan tidak ada pembayaran, Telegram menggunakan sistem donasi seperti Wikipedia
  2. Jumlah member group yang banyak serta fitur menarik lain yang tidak ada di whatsapp, seperti berkirim dokumen, Telegram juga mempunyai fitur untuk sinkronisasi antar-gadget sehingga bisa digunakan lebih dari 1 gadget
  3. Telegram menggunakan enkripsi sehingga lebih aman dalam berkirim pesan



Filosofi Kerja Kelompok

  • 0
Suatu hari di sudut kampus negeri terkemuka di Yogyakarta.

Amir: “udah pada kumpul semua kan? Sekarang tinggal ngerjain, lumayan juga nih tugas Ekonomika Pengantar”

Amar: “tadi aku udah sempet baca, itu kayaknya nyambung sama materi sebelumnya deh”

Arum: “yaudah, langsung kita bagi tugas aja”

Amar: “kamu mau ngambil yang mana aja, Rum?”

Arum: “aku yang poin C sama D deh, tadi udah sempet nyari juga yang itu”

Amin: “aku yang E aja ya, panjang banget pertanyaannya, kayaknya bakal susah”

Amir: “wah, ini ada 8 poin, tanggung, mending dibagi rata aja kan masing-masing dapet 2”

Arum: “iya, kamu sama yang A aja nih, cuma definisi doang kok”

Amin: “oke, manut”

Amir: “berati aku yang B sama F ya, sisanya Amar,nanti dikirim ke emailku aja kalo udah selesai, 4m1r94n7en6@gmail.com, maksimal besok malem biar aku bisa kumpulin dulu dari kalian semua baru diprint”

Arum: “sip, aku pergi dulu ya, takut telat nanti dateng seminarnya”

Amar: “eh, kamu ga ikut rapat panitia ospek?”

Arum: “ngga dulu, ijinin deh ya”

Amin: “aku juga mau pergi dulu ya, Assalamu’alaikum”

Amir dan Amar: “Wa’alaikumsalam”

***

Sementara itu di sudut lain.

Tini: “Ton, kamu ngerti gak maksud yang C ini? Ngitung penerimaan pajak pemerintahnya gimana kalo kaya gini?”

Tino: “barusan ketemu model kayak tadi, itu ada dihalaman 38, coba liat deh”

Tono: “tumben pinter kamu Tino, abis makan apa?(sambil nyengir)”

Tania: “jangan gitu, gini-gini dia kemarin hasil UTS Akuntansi Pengantar dapet A lho”

Tino: (tersipu malu)

Tono: “sekarang bikin kurvanya, bisa gak kamu Tino?”

Tino: “justru itu, daritadi pas dosennya nerangin aku gak mudeng, pengen ikut ngerti juga”

Tini: “kayaknya gini deh, sumbu yang ini ditarik kesini, nah angka-angkanya pake yang udah kita itung tadi”

Tino: “hmm..... ya ya ya..... sekarang aku ngerti”

Tono: “udah selesai nih, sebutin NIM-nya dong satu-satu”

Setelah masing-masing mereka menyebutkan NIM-nya...

Tono: “Tan, nanti kamu yang ngeprint ya, kan dirumah kamu ada printer”

Tania: “oke”

***

Kisah diatas memang fiksi, tapi dua kejadian itu sangat umum terjadi di kalangan mahasiswa.  Selama di kampus, saya juga sudah mengalami dua kondisi tersebut, kontras sekali perbedaannya, dengan segala kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode

Metode pertama, biasanya terjadi ketika ada tugas kelompok dan para anggotanya sibuk (lebih tepatnya menyibukkan diri) dan lebih senang dengan pembagian tugas, setidaknya kewajiban mengerjakan tugas gugur. Tidak peduli para mahasiswa itu mengerti atau tidak, bahkan yang sering terjadi, antar pekerjaan mahasiswa terlihat tidak berhubungan.

Kelebihan dari metode ini, tidak perlu membuang waktu lama, masing-masing orang hanya butuh fokus pada satu atau beberapa pembahasan. Tentu saja, para mahasiswa kurang bisa memahami materi secara penuh, apalagi jika mereka tidak membaca lagi pembahasan materi yang lain. Dan memang lebih sering begitu, asumsinya mereka memang tidak punya keluangan khusus untuk menyelesaikan fokus akademik. Oke, sekali lagi, ini hanya menggugurkan kewajiban. Tapi, selama saya mengalami metode ini, free-rider tidak tumbuh subur, karena masing-masing anggota punya kewajiban khusus.

Metode kedua, saya bingung mengelompokkan mereka menjadi orang yang rajin atau cinta pada kuliahnya. Memang, metode ini membutuhkan waktu lama, kadang memakan waktu seharian. Akan tetapi, semua anggota kelompok bisa memahami materi, minimal memahami konsep dasar. Bagi sebagian orang, metode ini sangat membuang waktu. Bisa jadi, dari beberapa orang anggota, hanya sebagian yang vokal, selebihnya free-rider. Atau mungkin, yang datang mengerjakan hanya sebagian orang, dan selebihnya free-rider. Dan free-rider pada kasus ini bisa lebih buruk dari metode pertama, karena mereka bisa jadi tidak memahami apa-apa.

Semakin lama saya di kampus ini, justru metode pertama yang semakin banyak diterapkan. Lebih simple. Terkait kelebihan dan kekurangan, kita bisa mencari solusi. Contohnya, jika menggunakan metode pertama maka anggota juga harus membaca materi yang bukan bagiannya.

Sekarang, saya mencoba menarik fenomena ini kedalam fenomena berorganisasi di kampus. Bagi saya, praktek berorganisasi tidak jauh dari dua metode diatas. Ada tipe pemimpin yang lebih suka mendikotomi tugas organisasi dan menyerahkan ke masing-masing anggota. Ada juga pemimpin yang lebih memilih melakukan segala sesuatunya bersama. Senang susah ditanggung bersama. Tentu saja, seperti kelebihan dan kekurangan yang sudah saya berikan pada fenomena kerja kelompok, hal yang sama juga terjadi di organisasi.

Yang mesti dipahami, tidak ada metode yang sempurna. Tapi ini bisa masuk dalam konteks karakteristik seseorang. Dalam berpasangan, dua orang yang berbeda metode bisa saling mengisi kekurangan untuk mencapai kesempurnaan. Sampai disini, saya masih tetap pada pendirian “tidak ada sesuatu yang sempurna”, hanya menuju sempurna. Karena pada dasarnya, ada orang yang mendominasi, ada karakter yang mendominasi sehingga ketika dua karakter yang berbeda menyatu, mereka tidak melebur.

Lebih mudah menuntut daripada memberikan solusi. Dan kita sering lupa dengan teori ini. Seolah semua harus sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tanpa terkecuali. Jalan satu-satunya untuk keluar dari masalah ini, kenali diri sendiri, kenali orang lain. Tanpa itu, kekurangan setiap metode tidak akan bisa diberikan solusi.

Keyboard Lebih Tajam dari Pedang

  • 0

Kalau para sesepuh bangsa jaman dahulu sudah kenal internet, mungkin pepatah itu akan lebih populer dikenal.

Bayangkan, segala macam propaganda yang lahir di era internet lebih dahsyat ketimbang era media cetak dan media siar

Kalau orang sekarang banyak yang mencaci media, apakah itu artinya kejahatan media baru dimulai hari ini?

Kejahatan media sudah terjadi sejak lama. Jaman dahulu, perang opini dilakukan melalui buku dan surat kabar yang diterbitkan. Tulisan-tulisan propaganda sangat banyak, apalagi orientasinya kalau bukan demi politik dan bisnis.

Di era internet, tidak ada lagi frekuensi publik yang terbatas, semua bebas. Bebas beropini, mengkritik, bahkan mencaci maki. Dan layar flat ini menjadi saksi, betapa tajamnya tangan-tangan yang menari diatas keyboard.

Sesuap Nasi


Sebuah video yang diambil dari kisah nyata mengenai perjuangan seorang rakyat jelata, rela merasakan perihnya hidup dengan menggenggam nilai kejujuran dan sikap rendah hati.

Mainstream

  • 0
Kebanyakan manusia mengikuti arus, sedikit manusia yang mampu menciptakan arus. Kebanyakan manusia mengikuti yang sedikit. Rumus ini selalu berlaku.

Terlalu banyak orang yang menolak untuk membuat perubahan, hingga akhirnya perubahan itu diambil oleh sekumpulan kecil orang.

Jaman Digital Serba Instant

  • 0
Hari gini, kita emang dipaksa untuk melakukan segalanya serba digital, supaya instant.

Hari gini, bukan pilihan bijak kalo ada orang pergi ke bank cuma buat transfer apalagi narik saldo. Udah ngantri panjang-panjang, pas nyampe teller malah doi bilang, "sudah coba lewat ATM pak?".

Itung-itung, biaya administrasi digital emang cukup buat gantiin segala biaya kesempatan yang bakal terjadi ketika beraktivitas nyata. Dari mulai biaya parkir, kesel karena macet, jalan berlubang, sampe ngantri.

Hari gini juga bukan pilihan yang pas buat pesen tiket kereta api langsung di loket. Lagi-lagi niatnya buat menghemat biaya administrasi, malah dikasih antrian panjang sampe tumpe-tumpe.

Giliran bayar di toko ritel deket rumah, kena biaya administrasi sih, eh dikasih bonus produk yang bernilai -+ 5000.

Masih berpikir manual?

Bangsa Penghibur

  • 0
Ketika sebuah bangsa dijauhkan dari budaya pendidikan, di saat itulah peradaban bangsa dihancurkan.

Tidak ada ceritanya, menghidupkan hiburan menjadi faktor kunci menghidupkan budaya bangsa.

Dan ini sangat memprihatinkan, saat anak-anak muda sampai 4 jam lebih setiap malamnya menghabiskan waktu di depan layar kaca hanya untuk melihat agenda joget-jogetan.

Bagi pelajar muda, ini akan sangat mengganggu psikologis mereka, dengan beralasan trend, serta kenikmatan tawa yang dihasilkan, justru akan sangat melenakan generasi penerus ini dari melakukan hal yang bermanfaat.

Indonesia yang sudah tertinggal jauh ratusan tahun dibandingkan negara Eropa dan Amerika, relakah mengalami kemunduran yang lebih jauh, ribuan tahun?

Kondisi ini hanya akan membuat Indonesia menjadi bangsa penghibur. Di saat negara-negara maju semakin menyibukkan diri dengan penemuan ilmiah, sedangkan Indonesia hanya disibukkan dengan penemuan jogetan.

Beginilah nasib bangsa penghibur, menghibur mereka yang mentertawakan lelucon nyata bangsa ini. Hingga mereka puas dengan tawanya karena menyaksikan, slogan-slogan kemajuan bangsa kita hanya manis di kata, tak ada aksi nyata