Benarkah KIK* Wujudkan Kampus Educopolis?

  • 0



Republika, 20 November 2012 - Setelah lama tenggelam, permasalahan KIK kembali mencuat. Kali ini dengan sebuah desakan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang meminta UGM untuk mencabut disinsentif KIK dalam jangka waktu 60 hari, tertanggal 29 Oktober 2012. Tuntutan ini dilayangkan karena UGM dianggap melakukan praktek maladministrasi. Sebagai gantinya, ORI merekomendasikan UGM untuk mengubah sistem KIK menjadi sistem identitas perorangan.

Perlu diakui, kehadiran KIK memberikan kenyamanan dan keamanan yang lebih jika dibandingkan dengan sebelumnya. Tingkat kriminalitas yang terjadi di dalam kawasan UGM semakin berkurang. Jumlah kendaraan bermotor yang masuk ke UGM semakin terbatas pada orang-orang yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Tetapi, karena peningkatan jumlah mahasiswa UGM yang masuk selalu lebih banyak dibandingkan yang keluar tetap membuat populasi kampus ini semakin sesak. Seandainya tujuan utama pembuatan KIK ini untuk membuat kampus lebih aman, maka itu adalah pilihan tepat. Beda halnya ketika kebijakan KIK ditujukan untuk menjadi kampus educopolis.

Perkembangan teknologi transportasi tidak bisa membendung kebutuhan dari mahasiswa untuk membawa alat transportasi pribadi ke dalam kampus. Walaupun alternatif kendaraan, yaitu sepeda sudah dianjurkan dan di fasilitasi, masih terasa kurang mencukupi. Situasi jalan yang cukup ramai juga dirasa kurang dinamis bagi para pengendara sepeda, terutama yang bertempat tinggal jauh. Keinginan mahasiswa untuk membawa kendaraan bermotor pribadi ke dalam kampus tidak lain untuk memenuhi kebutuhan perjalanannya. Terkadang mahasiswa membutuhkan waktu yang cepat untuk mobilitas, terutama bagi mahasiswa yang mempunyai aktivitas di kampus selain untuk kuliah, trayek bis umum hanya menjangkau beberapa fakultas yang dekat dengan jalan raya. Tidak seperti kota-kota lain yang mempunyai kendaraan umum mini semisal angkot yang bisa masuk sampai ke jalan kecil. Di Jogja, sangat sulit menemukan transportasi umum kecuali di jalan-jalan besar.

Perkembangan teknologi merupakan sesuatu yang pasti, sangat naif jika kita ingin menghentikan perkembangan ini. Kebutuhan manusia yang semakin besar terhadap sesuatu yang instant menjadikan teknologi sebagai sebuah kebutuhan, meskipun ini tidak mutlak. Oleh karena itu perkembangan teknologi transportasi juga harus dilawan dengan teknologi transportasi pula.

Jika mahasiswa membutuhkan mobilitas yang cepat di dalam kampus, maka pihak kampus juga harus bisa memastikan bahwa kebutuhan mahasiswa untuk memperoleh akses transportasi cepat juga harus tercapai. Dalam hal ini UGM tidak bisa bergerak sendirian, kerjasama dengan pihak Trans Jogja juga belum bisa dirasakan maksimal oleh seluruh mahasiswa karena trayek yang terbatas.

Alhamdulillah, 5 hari setelah artikel ini dimuat, pada tanggal 25 November 2012 UGM mulai memberhentikan disinsentif KIK. Semoga alternatif dari KIK ini bisa segera ditemukan.

Silakan dikritisi tulisan saya ini, kritik konstruktif yang membangun :)

NB: *KIK: Kartu Identitas Kendaraan

Pertanyaan Kepada Para Pendukung Israel

  • 1


Mohon maaf, jika ada diantara para pembaca yang mendukung Israel, saya hanya ingin bertanya, apa yang Israel takutkan dari sekumpulan anak kecil yang memegang batu, sedangkan tentara Israel bergerak dengan persenjataan lengkap dan kendaraan perang baja?

Ketakutan Israel dengan strategi Intifadah para pejuang Palestina hanya memperlemah wibawa kalian Israel sebagai bangsa dengan anggaran militer terbesar di Timur Tengah. Sementara yang Israel lawan adalah mayoritas anak kecil, remaja, dan wanita. Dimana wibawa Israel ketika pasukan Izzudin Al Qassam mempertahankan dirinya dari serangan brutal Israel terhadap Palestina dan meluncurkan roket sampai ke Tel Aviv sementara tentara Israel lari bersembunyi dari roket rakitan?

Israel berpikir bahwa membunuh Komandan Militer HAMAS, Asy-Syahid Ahmad Al-Jabbari akan memperlemah barisan jihad Izzudin Al Qassam sebagai sayap militer HAMAS. Israel mengira bahwa tangisan seorang ibu yang kehilangan anaknya akan memperlemah mental mereka untuk terus berjuang membebaskan bumi Palestina. Dengan tegas penduduk Gaza menyatakan bahwa mereka siap bertempur sampai titik darah penghabisan, karena pilihan mereka hanyalah hidup mulia atau mati sebagai syuhada.

Lalu dimana sikap para pemikir yang menyandarkan ilmunya pada Barat, yang memperjuangkan teori Hak Asasi Manusia sebagai dasar dalam bersikap terhadap sesama? Dimana pemimpin mereka yang mendukung akan adanya kebebasan bersuara sementara tangisan para ibu di Gaza kalian sumpal dengan bom dan martir?

Ketahuilah, bahwasanya lambat laun kebenaran akan muncul ke permukaan. Karena sejatinya nilai dari kebenaran adalah absolut, dan kelemahan berpikir antar manusia yang membuat kebenaran tampak relatif.

Akuilah, apa yang sebenarnya Israel takutkan bukan batu-batu yang dilemparkan oleh anak-anak kecil di Gaza, juga bukan karena roket rakitan para pejuang HAMAS. Yang mereka takutkan adalah bala tentara yang diturunkan Allah SWT untuk membantu para pejuang Palestina dalam mencapai syahidnya. Secara tidak langsung, Israel mengakui adanya kekuatan Yang Maha Dahsyat dalam menjaga Palestina, dan itu bukan manusia, tetapi Allah SWT yang menjadi Tuhan ummat Islam.